
Dibanding beternak sapi perah, beternak kambing perah terbilang susah-susah gampang. Mudahnya, cara beternaknya tidak berbeda jauh dengan sapi perah. Sulitnya, kebanyakan kambing/domba Indonesia memproduksi susu relatif sedikit. Produksi susu kambing lokal berkisar 0,1-2,2 liter/ekor/hari. Sedangkan produksi susu kambing daerah sub-tropis dapat mencapai 5-6 liter/ekor/hari, ujar

Menurutnya, rendahnya produksi susu kambing lokal dipengaruhi belum terspesialisasinya bangsa kambing lokal (tipe perah) sesuai tujuan produksi. Ditambah lagi sedikit upaya pemuliaan yang dilaksanakan peternak. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan melalui program pemuliaan. Yakni melalui persilangan kambing lokal dengan kambing bergenetik unggul dalam produksi susu. Kambing yang memenuhi persyaratan genetik tadi dapat dipilih dari jenis kambing Saanen. Untuk memperbaiki mutu genetik tersebut, satu-satunya cara adalah dengan metode inseminasi buatan (IB). “Di luar negeri metode ini telah diterapkan. Tingkat keberhasilannya sekira 33% - 73%. Sementara di Indonesia baru taraf uji coba,” kata pria yang sekarang bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Sulawesi itu.
Kendala utama dalam aplikasi teknologi IB pada kambing ialah kualitas semen (cairan sperma dan plasma kambing) beku rendah dan teknik inseminasi belum tepat. Kedua faktor tersebut berpengaruh secara simultan terhadap pemberdayaan teknologi IB pada kambing,” lanjut Surya.
Teknik inseminasi pada kambing tak semudah pada sapi ataupun kerbau. Hal ini disebabkan, anatomi reproduksi kambing betina kecil dan berbelok ke arah bawah. Sehingga insemination gun hanya mampu menembus mulut cervix (cincin satu). Selain itu, keberhasilan teknik inseminasi berkaitan erat dengan dosis inseminasi, waktu inseminasi dan tempat deposisi semen dalam saluran kelamin hewan betina.
Untuk mengatasi masalah itu, perlu dilakukan perbaikan. Dari hasil penelitiannya, Surya menyatakan kambing Saanen sangat cocok sebagai sumber penyedia semen pada kondisi tropis. Hal ini ditandai dengan tingginya kuantitas dan kualitas semen yang dihasilkan. Semen hasil ejakulasi tiga kali per hari dari kambing Saanen masih layak dipakai dalam program IB. Pengencer Tris-laktosa-kuning telur dengan konsentrasi kuning telur sebesar 20% dan tanpa pengeluaran plasma semen merupakan pengencer terbaik dalam program kriopreservasi (salah satu teknik penyimpanan beku) semen kambing Saanen. Pengencer tersebut dapat disimpan dalam keadaan kering pada suhu kamar selama empat minggu.
Waktu inseminasi buatan yang tepat kata Surya, adalah 60 jam setelah pencabutan CIDR dengan menggunakan semen beku kambing Saanen dosis 200 juta spermatozoa/0,25 ml. Sementara deposisi secara intracervical dapat memperbaiki tampilan reproduksi kambing PE (sapera). Ini terlihat dari tampilan produksi kambing hasil persilangan kambing Saanen dengan PE (sapera) lebih tinggi dibanding kambing local (PE)